Posts

Showing posts from 2014

Lelaki Bersayap

Image
Sisa bata itu ditumpuk dan disusun menjadi bangku sederhana. Bangku alam. Mengelilingi sebuah meja yang juga ditumpuk dan disusun dari sisa bata. Tempat yang tidak begitu indah, namun unik. Kuhabiskan beberapa siang duduk disini. Melahap buku. Juga memandangimu. Seseorang pernah berkata padaku, saat aku terengah-engah sehabis lari sore, “Kalau sering latihan, nanti bisa tumbuh sayap disini.” sambil menunjuk punukku. Random. Dia ngomong apa sih? Napasku masih terengah-engah, mencoba menghirup udara secepat mungkin. Pikiranku belum terlalu fokus. Aku tidak begitu menangkap maksudnya. Suatu siang dari bangku alam, aku mengerti. Sayap itu ada. Tumbuh di punggungmu. Orang itu benar . Sepasang sayap menyerupai warna kulit bersemayam tenang di balik rajutan benang. Tiga ruas bertumpuk yang  memanjang ke bawah seakan memeluk punggung kurusmu. Satu ruas besar paling atas dan sisa dua ruas kecil menyempit ke arah tulang punggung. Semua penggiat tau itu tidak didapat dalam seminggu.

Makan Malam

Benda tipis persegi panjang itu bergetar di atas meja makan. Sebuah pesan masuk. Makan malam , katamu. Semudah itu. Lama kupandangi. Kata-kata yang berbaris pada benda tipis itu. Seluruh bagian tubuhku rasanya kaku. Bibirku mendadak kelu. Bagai bertemu soal ujian yang amat sulit. Tak tau jawab apa, hanya pertanyaan yang berulang kubaca. Otakku memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk mencernanya. Tidak, tidak. Bukan ajakanmu yang buatku beku, namun kejadian sebulan lalu. Hari itu adalah salah satu hari paling bahagia dalam hidupku. Bisa dibilang hari yang cukup penting. Juga membanggakan. Empat tahun sudah aku berjuang. Keluarga dan teman-teman dekatku hadir. Bahkan orang yang tidak kusangka, turut hadir. Aku berhias seelok mungkin. Setahun sekali belum tentu. Karena ini adalah hari yang sungguh istimewa dan aku ingin menghargainya. Teman-temanku sibuk bertanya. Nanti bertemu dimana? Mau dibawakan apa? Namun jangan harap kau bertanya yang sama. Aku tak tau kau tau atau t

Bunga Tidur

The problem is… You were too real in my dream That I could feel my own breath That I could hold your presence But the most relieved thing is… I was sure about how I felt to you Which delighting me Yet torturing deep inside There I wept Not because of the sadness But finally I knew what I truly wanted While the way to reveal this was still hard to find I haven’t forgotten this dream yet Till I woke up in that morning And wrote it down Bekasi, 8 April 2014

Kisi-kisi dan Kereta Api

“Gak perlu alasan buat pulang ke rumah. Sesimpel itu.” kata seorang teman saat gue gak bisa jawab kenapa gue mau balik ke rumah saat itu. Ya, kita gak butuh alasan khusus untuk “pulang” ke rumah sendiri, kan? Karena rumah adalah kembali. Rumah adalah energi. Kegiatan gue setibanya di rumah adalah bertukar cerita dengan keluarga (duh, mulia banget kedengerannya). I mean, sekedar sharing kabar masing-masing. What’s done, what’s next, something like that. Dimulai dengan nyokap yang mengangkat sebuah kertas putih yang halaman depannya tertulis “Kisi-kisi Penilaian Kepala Sekolah Berprestasi”. Gue mengerutkan dahi, lalu tersenyum jail sambil ngecengin, ”Cieee, Ibu!” Nyokap diajukan untuk ikut seleksi Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Kota. Well, good luck, Mom! Bokap gak mau kalah. Beliau laporan tanpa gue tanya, “Dek, bapak lagi suka ngumpulin tulisan tentang kereta.” sambil menunjukkan beberapa potongan artikel dari koran mengenai kereta api di Indonesia. Dan betapa sen

Commuter Line

Semenjak harga tiket Commuter Line turun, gue lumayan sering pakai transportasi ini untuk balik ke rumah. Malam ini gue gak sendiri karena Niki maksa ikut. Katanya sudah bosan dengan Bekasi. Sebagai pemilik yang baik, gue rela gendong doi sampai kosan. Daku takkan mengabaikanmu begitu saja... carrier-ku. Perjalanan dari Bekasi menuju Depok memakan waktu sekitar satu jam, seringnya lebih. Sebuah rangkaian CL sudah nangkring dengan ganteng saat gue memasuki Stasiun Bekasi. Gue mempercepat langkah. Tanpa ba-bi-bu gue langsung duduk di gerbong khusus wanita yang paling dekat dengan pintu masuk. Duduk paling pinggir (bukan tempat duduk prioritas) bersama Niki tersayang. Satu per satu penumpang mulai mengisi gerbong-gerbong kereta. Seorang wanita berjilbab dengan tas outdoor ukuran daypack memasuki gerbong lalu bertanya kepada satpam yang berdiri gak jauh dari gue, “Mas, kereta ke Jogja berhenti di Stasiun Bekasi gak?” Wajahnya putih dan manis. Mas satpam tampak kebingungan. Se

Semester 8

Albar: Udah sampe mana, Git? Me: Gue loncat-loncat ngerjainnya. Lo? Albar: Sampe bab 3. Tadi baru aja konsul. Me: Yoi dah. *sambil bolak-balik bab 1-3 punya Albar* Eh, Bar, ternyata kalo didalemin seru juga ya. Maksudnya, gue kaya baru nyadar gitu lho, ternyata ilmu ini seru juga. Kemaren kan gue kaya setengah-setengah gitu. Setengah ke kuliah, setengah ke organisasi. Baru sekarang yang bener-bener fokus. Dan ternyata itu tuh seru banget kalo kita niat dan luangin waktu buat nyari tau. Kaya nyari referensi, baca jurnal, liat penelitian orang, dan dari proses itu gue kaya baru ngeh kalo ternyata ilmu ini tuh begini, ilmu itu tuh begitu. Albar: *ngangguk-ngangguk*              Jujur aja gue gak terlalu excited menjalani semester 7. Bisa dibilang cenderung males. Hati gue seakan bikin tembok besar China tiap masuk kelas. Gak lebih buat menuhin absensi biar bisa ikut ujian. Ngerti, syukur. Gak ngerti, yaudah. Gak berusaha nyari tau lebih lanjut atau sekedar baca-baca. Enta

Bubur Sumsum

Hari ini saya punya mimpi baru . Bukan tentang destinasi yang akan dikunjungi, kuliner yang ingin dicicipi, ataupun kamu yang selalu sukses membuat gundah hati. Namun, mimpi tentang menerapkan ilmu yang sedang saya timba di kampus hijau tertinja, eh tercinta. Saya suka jalan-jalan. Lingkungan terdekat saya tau betul akan hal itu. Jangankan yang dekat, teman jauh yang terakhir ketemu pake seragam putih abu pernah bertanya, “Udah ke gunung mana aja, Git?” Padahal waktu itu saya belum suka naik gunung. Atau ada juga yang nyeletuk, “Suka naik gunung kok masuk Kesmas?” #jleb Kesmas? Apaan sih? Puskesmas maksudnya? Oh, yang nantinya kerja di Puskesmas ya? Sebagian teman ibu berpikir seperti itu saat saya menyebutkan jurusan yang berhasil saya dapatkan di kampus hijau. Cih, sempit banget. Tapi, gak jarang bikin saya nge-down. Karena saya sendiri belum tau prospeknya bagaimana dan nanti mau jadi apa. Honestly, ini bukan jurusan yang saya inginkan selepas dunia putih abu . Ya, man

Kata yang Menari

Kau adalah orang yang sangat ingin kubagi saat turun gunung. Tentang langit biru, tentang kedamaian, juga mimpi-mimpi yang terwujud . Puluhan kata menari-nari dalam benak. Mencari padanan yang serasi seperti sepasang merpati. Saat menghangatkan sarapan di lembah. Saat istirahat sejenak melepas lelah. Saat menangkap lukisan yang begitu indah. Alam menyitaku. Memberikan beberapa detik syahdu untuk kusesap sepuasnya. Dan mengizinkan dibawa ke kota . Dengan cepat kurangkai kata-kata yang menari. Sesederhana mungkin. Agar kau menikmati ceritaku. Seolah kau berada disana. Disampingku. Ikut berpetualang. Ini bukan sekedar kegiatan mendengarkan cerita seperti laporan anak SD sepulang dari sekolah. Kau tau rasanya mendaki gunung dan merindukan seseorang saat perjalanan pulang? Seseorang yang kau tau selalu ada disana. Untukmu. Tersenyum manis. Menggulung lengan baju lalu menyodorkan kedua telinganya. Bersiap menampung segala untaian kata hingga tak peduli senja kembali ke istana . Kutatap