Thrilling Geger Bentang

It’s not about reaching the top of the mount,
it’s about the journey.
Setengah 4 pagi. Ya, gue pasang alarm jam segitu. Tapi kenyataannya baru bangun satu jam setelahnya #taktakdes. Ini minggu yang spesial, karena minggu ini gue dan temen-temen Pasatwa akan mendaki gunung Geger Bentang. Sebuah gunung yang terletak di daerah Bogor. Sebuah gunung yang kata temen gue anak Psiko, “Ati-ati, Git. Temen gue ngambil air di bawah gak bisa balik lagi ke atas.” Sebuah gunung yang kata temen gue anak FE, “Gerben kan jalur ilegal, nanti kalo gue ilang gak dicariin.” Deg.

Perjalanan kali ini anggota muda dibagi menjadi dua tim, masing-masing tim terdiri dari tujuh orang. Tim 1 terdiri dari Idris, Agung, Rhey, Adel, Afi, Mega, dan diketuai oleh Vamol. Tim 2 terdiri dari Ichal, Budy, Ito, Cynthia, Ayu, Indah, dan diketuai oleh Dimas. BPH ikut semua minus paketu. Beliau lagi sakit dan semalem sms fix gak ikut ke Gerben. Seketika kaki gue lemes, gue langsung hopeless Target gue pun turun, bukan puncak, minimal ngenalin medan hiking ke anggota muda. Andre bilang bang Andika (senior) mau ikut, tapi itu juga belum pasti. Oke, gue tambah lemes. Rencananya tim 1 dan tim 2 melewati jalur yang berbeda dan ketemu di puncak gunung. Tapi, dengan berbagai pertimbangan akhirnya kedua tim melewati jalur yang sama. Gerben, we’re coming!

Perjalanan dimulai dari Depok dengan menumpangi angkot 19 jurusan Kp. Rambutan. Di dalam angkot gue perhatiin satu-satu dan keliatan banget muka-muka ngantuk di wajah anggota muda. Mereka pasti pusing mikirin persiapan mendaki *puk puk, semangat ya nak. Kami sampe di terminal jam 06.20 dan nunggu bang Andika yang katanya jadi ikut. Alhamdulillah gue sedikit lega karena ada senior yang ikut. Kami mobilisasi ke bus dan bang Andika pun datang. But, hey, he was not alone! Bang Aris dan bang Dinar juga ikut, ayeeey kelegaan gue rasanya berlipat. Ada senior-senior berpengalaman yang mendampingi kami. Kembali ke target awal: PUNCAK!

Sekitar jam 8 kami udah sampe di pertigaan Ciawi tapi bus berhenti sekitar satu jam lamanya, kena macet sistem buka tutup. Para pedagang dan pengamen mulai beraksi di atas bus. Ada pedagang jeruk yang prolognya panjang banget dan gue gak ngerti karena pake bahasa Sunda. Ada juga pengamen yang di sela-sela menyanyi nyelipin quotes tentang cinta. Uhuy! “Memang sakit kehilangan orang yang kita cintai, tapi hidup terus berjalan dan kita harus mampu melewati cobaan yang menghadang.” by abang pengamen.

Sampe di TNGP kami beristirahat sejenak dan mengisi bahan bakar buat tempur. Betapa kagetnya gue pas nyampe TNGP disambut tamu yang rutin dateng tiap bulan. Oh God, gue belum pernah naik gunung dalam keadaan kaya gini, fisik gue gak bakal se-fit biasanya, mungkin gue malah akan menghambat perjalanan anggota muda yang udah pada semangat tinggi ikut hiking kali ini. Gue berbisik kecil semoga perut gak melilit, itu aja.

Can you find me?

Sebelum mendaki gue bacain peraturan perjalanan. Jujur, ini baru gue dan Syifa buat jam 1 malem sambil ngantuk-ngantuk. Dan gue paling suka point terakhir.
SOP Geger Bentang 5-6 Mei 2012
1. Membawa semangat tinggi
2. Saling percaya dan menjaga teman satu tim
3. Dilarang meninggalkan sampah
4. Dilarang merusak alam
5. Selalu ingat kepada Yang Maha Kuasa
6. Sama rasa, sama rata

Kami melakukan ormed (orientasi medan) terlebih dulu dan mulai mendaki setelah dzuhur. Bismillah... lindungi dan lancarkan perjalanan kami Ya Rabb. Perjalanan mendaki memakan waktu sekitar enam jam. Pacet, tawon, kabut, dangdut. Itulah teman-teman kami selama perjalanan. Jalurnya basah dan lembab, makanya banyak pacet. Selain itu, jalur Gerben banyak cabangnya dan itu yang biasanya ngebuat para pendaki tersesat. Saran dari gue, kalo mau kesini fix banget mesti bawa orang yang udah pernah ke Gerben. Bahkan yang udah pernah kesini sekalipun juga bisa tersesat.


Gunung Geger Bentang merupakan punggungan dari gunung Pangrango dan bukan jalur resmi pendakian. Tingginya sekitar 2024 meter, gak begitu tinggi. Terbukti saat hiking kami masih bisa denger musik dangdut dari arah bawah. Kami juga masih dapet sinyal, bahkan Vamol sempet dapet telpon dari ibu-ibu yang nanyain tentang bazar Spare, haha. Satu hal yang gue suka, kami mendaki beriringan. Kalo ada gap agak jauh, kita saut menyaut dan saling tunggu. Gue ngeliat anggota muda yang semangat banget dan saling support satu sama lain selama perjalanan, walaupun agak kicep saat menghadapi tebing. Sehoror apa sih tebingnya? Okay, here we go.

Sesaat sebelum mencapai puncak, kami dihadapkan pada tebing setinggi 12 meter dan ada pohon tumbang di bagian bawah, bikin tambah horor. Ka Hana bilang tahun lalu tebingnya gak securam ini. Oke, pertama-tama Andre naik ke atas tanpa bantuan trus ngiketin webbing, kami pun menggunakan lima webbing plus satu tali pramuka. Karena naiknya agak sulit, diputuskan untuk naikkin carrier dulu baru orangnya. Tebingnya awesome lho bapak ibu mas mba om tante sekalian. Setelah ngelewatin pohon tumbang, perasaan gue masih datar. Setelah mulai mendaki tebing bawa carrier, perasaan gue baru tergetar. It was so thrilling! Nguji mental banget masbro! Gue beberapa kali kepleset dan gagal naikkin badan. Dengan segenap tenaga dan dzikir yang terucap, tebing pun tertaklukkan B).

Gue, bang Adi, dan ka Indri berhasil ngelewatin tebing. Karena dataran setelah tebing gak terlalu luas, kami bertiga memutuskan untuk mendaki ke puncak duluan. Sayangnya, gue gak lihat perjuangan teman-teman di bawah ngelewatin tebing yang gokil tersebut. Tapi gue yakin semua pasti bisa. Kami bertiga sampe di puncak sekitar maghrib and I found fireflies here *uhuk. Saking senengnya sampe puncak, gue langsung joget-joget #mukatembok. Bener-bener gak nyangka gue berhasil nginjekkin kaki di puncak gunung Geger Bentang, so grateful to be here. Sejenak ngelepas lelah sambil nikmatin bulan yang katanya malam ini supermoon dan gerimis pun berjatuhan. Gue dan bang Adi diriin tenda, ka Indri nyiapin logistik, dan kami masih denger suara musik dangdut yang disetel dari arah bawah, yak Gerben digoyaaang.

Hari mulai gelap, gerimis tambah deras. Hampir setengah jam lebih kami berada di puncak tapi belum ada lagi orang yang nyusul. Setelah tenda berdiri, bang Adi nyusul ke bawah, ke tempat tebing curam tersebut. Gue berdoa agar temen-temen diberikan kekuatan saat ngelewatin tebing. Satu jam berlalu, para anggota muda mulai berdatangan di puncak gunung. Gue sedikit lega. Gue inget raut wajah mereka satu per satu. Sebagian keliatan lelah fisik, tapi lebih banyak keliatan lelah mental. Tapi gue yakin mereka gak akan nyesel dengan apa yang telah mereka alamin.

Malam semakin gelap, gerimis masih berjatuhan, 23 orang telah berada di puncak gunung Geger Bentang. Sebagian sibuk diriin tenda, sebagian sibuk masak, sebagian sibuk ngobrak-ngabrik carrier, sebagian duduk terdiam, entah galau (berhubung malem minggu) entah capek. Acara malam diisi oleh pesan kesan para anggota muda tentang perjalanan kali ini. Macem-macem komennya, dan ternyata sebagian peserta baru pertama kali naik gunung. Ada yang kakinya kram, ada yang nangis saat ngelewatin tebing, dan ada kejadian luar biasa yang menyangkut nyawa manusia di tebing. Apapun itu, gue salut sama anggota muda yang udah berhasil sampe sini. GUE BANGGA PUNYA KALIAN.

Pagi tiba. Gunung Gede dan Pangrango berdiri gagah di sebelah utara puncak Gerben. Ka Indri bilang ada satu spot yang bisa ngeliat sunrise, agak jauh ke belakang. Gue dan ka Ichal pergi ke spot itu and it was beautiful walalupun agak mendung dan gak keliatan sunrise. Tapi gue tetep suka langit, gue suka lukisan alam yang terukir disitu :) Anyway, gue punya satu ritual yang wajib gue lakukan ketika gue di puncak, SINGING. Yeah, sebelum ngeliat sunrise gue konser dikit nyanyi lagu-lagu galau, dan anak-anak pun ikutan galau, haha. Gue mencoba menghibur anak-anak yang lagi bikin sarapan yang gue yakin mereka sepakat berpikiran kalo gue lebih baik gak nyanyi. Sarapan di puncak Gerben macem-macem lho. Ada yang bikin capcay, sarden, nugget, bakso goreng, sampe roti bakar.

for Puspita Insan Kamil

Hujan menenami perjalanan pulang kami. Gue tetep nyanyi-nyanyi berasa finalis Idol, kali ini ditemani partner baru yaitu ka Ichal. Semakin deres hujannya, semakin kenceng gue nyanyi. Sampe akhirnya gue kepleset terus jari gue kemasukan duri #kemudianhening. Sekitar jam 3 sore kami keluar hutan dan melewati ladang warga. Gue inget banget kalimat pertama Adel pas nyampe ladang, “Horeee kehidupaaan!” haha gue ngakak, berasa kita dari planet antah berantah yang berusaha menemukan setitik kehidupan di bumi ini.

Alhamdulillah perut gue gak melilit, walaupun kaki kanan keseleo dan seminggu baru ilang ngilunya. Alhamdulillah kita berhasil sampe puncak, datang dan pergi tak kurang suatu apapun. But, like I said before, it’s not about reaching the top of the mount, it’s about the journey. Ya, ini bukan tentang menggapai puncak, tapi tentang perjalanannya. Tentang suka duka yang dilewati bersama. Tentang semangat yang mampu mengalahkan lemahnya raga. Tentang canda tawa yang menghiasi setiap langkah kaki. Tentang persahabatan dan indahnya berbagi. Tentang kebersamaan yang muncul tanpa permisi. Tentang impian besar yang dibalut kekuatan hati. Dan tentang kami :)

Makasih buat BPH yang kece abis. Makasih buat para sesepuh (senior) yang udah ngeluangin waktu buat ikut, tanpa bantuan mereka mungkin gue dan temen-temen gak bisa nginjekkin kaki di puncak. Makasih buat ka Rico dan bang Kemal yang udah nyusulin pas pulang. Makasih buat anggota muda atas semangatnya. YOU ALL ROCK, GUYS! Tapi diantara rasa bahagia itu terselip kesedihan, kesedihan atas ketidakhadiran paketu, dan semua orang terutama BPH pada galau “abang” di puncak. Hope he was here. Big thanks buat paketu, lo adalah semangat kita semua.

kurang paketu

Comments

Popular posts from this blog

Sejuta Pesona Sawarna

Another Best Escape