Sejuta Pesona Sawarna

Saking frustasinya, hampir semua kontak bbm gue chat “Hey, long weekend kemana?” Balesannya beragam. Ada yang hiking, tanding olim, jemput pacar, beresin kosan, dan ada yang ngedokem di rumah aja. Kalo gue gak bawel nanyain orang tentang rencana liburan mungkin nasib gue akan seperti opsi terakhir. Plis, gue gak mau lumutan di rumah. Weekend kali ini cukup panjaaang dan saatnya menjelajahi tempat baru! Sebelumnya gue mau ngucapin makasih buat Satsat atas rekomendasi tempat dan infonya yang lengkap. It’s truly a recommended place.

Day 1

Gue bangun jam 5 pagi. Ibu kosan sampe heran dengan kehadiran gue yang udah kece badai pagi-pagi begini dan siap pergi. Pasukan traveler kali ini gak banyak, cuma tiga orang, dan semuanya kaum hawa. Temen gue bilang ini perjalanan para jomblo kesepian. Hahaha siaul. 

How to get there :

1. Stasiun UI – Stasiun Bogor | Commuter Line | Rp 9.000 | 45 menit

2. Stasiun Bogor – Terminal Baranangsiang | Angkot | Rp 2.000 | 15 menit

3. Terminal Baranangsiang – Terminal Pelabuhan Ratu | MGI/Minibus | Rp 25.000 | 3,5 jam

4. Terminal Pelabuhan Ratu – Sawarna | ELF | Rp 25.000 | 2 jam

Notes :

a. Bus MGI jurusan Bogor – Pelabuhan Ratu beroperasi jam 05.00 – 18.00. Bus MGI AC paling pagi berangkat jam 7.

b. ELF ke Sawarna cuma ada SATU dan berangkat jam 12 siang. Kalo ketinggalan, wassalam. Jadi usahain sampe di Pelabuhan Ratu sebelum jam 12 siang.
Perjalanan dari Bogor ke Pelabuhan Ratu berasa naik roller coaster. Apalagi kita bertiga duduk paling belakang, “kejutan”nya makin berasa. Tapi, semua itu terbayar oleh pemandangan saat memasuki kawasan Pelabuhan Ratu. Ombak sudah tampak. Aroma laut menyerbak. Setelah kurang lebih enam jam perjalanan, akhirnya kita sampai di Sawarna. Uyeaaah pantai \o/
Begitu menginjakkan kaki di Desa Sawarna, gue langsung teringat satu hal bodoh: belum booking penginapan. Berhubung ini weekend dan lagi ada Festival Laut Sawarna, alhasil hampir semua penginapan penuh. Tapi, karena tiga cewe kesepian ini udah kebelet ngeliat pantai, kita jalan terus menuju pantai tanpa terlalu musingin soal penginapan *jangan dicontoh*. Homestay disini beragam, harganya mulai dari Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Saat weekend harganya bisa naik. Kalo mau murah bisa coba nginep di rumah penduduk dengan harga di bawah Rp 100.000 (pinter nawar aja).

Pantai Pasir Putih
Clear sea
Kami memilih tempat menginap yang langsung menghadap ke pantai dan bisa menikmati laut sepuasnya. Fasilitas disini cukup memadai, mulai dari penginapan (homestay), warung, saung, tempat makan, kamar mandi, net bola voli, sampai bangku galau. Tapi, pengunjung dilarang berenang di pantai ini karena ombak pantai Selatan yang besar. Jadi, kita main-main aja di pinggir pantai sambil nulis-nulis di pasir kaya alay. Garis pantai yang panjang cukup ngebuat betis sekseh. Kami berjalan ke arah barat laut dan menikmati pemandangan tebing-tebing yang bercengkerama dengan lautan.

Sekedar tips, ajaklah keluarga atau teman sebanyak mungkin agar trip lebih seru. Malam hari gue bertiga tiduran di bangku galau depan warung. Cuma bisa natap langit sementara sekelompok anak muda di sebelah kanan dan kiri lagi ber-api-unggun-ria sambil nyanyi (JB bisa kali git). Langit yang bertabur bintang ini masih kalah sama langit Jomblang. Tapi, bintang yang satu ini sukses bikin ketiga cewe mendadak norak: bintang jatuh! *brb make a wish*

Day 2

Yellow rice and cold tea as breakfast
Menurut warga setempat, Pantai Legon Pari adalah spot terbaik untuk menikmati matahari terbit. Oke, sebelum tidur kita udah sepakat bangun jam 4 pagi buat ngejar sunrise. Tapi kenyataan berkata lain, kita tepar dan bangun jam 6! Huakakak bye bye sunrise.


Tanjung Layar
Berjalan satu kilometer ke arah timur kita akan menemukan dua bongkahan batu besar yang berdiri gagah menerjang ombak. Inilah destinasi pertama kami, Tanjung Layar. Dinamakan Tanjung Layar karena salah satu batu berbentuk mirip layar perahu. Tingginya sekitar lima belas sampai dua puluh meter. Kalo gak mau jalan kaki, bisa sewa ojek dengan harga sekitar Rp 50.000.

Nice spot on the way to Tanjung Layar

Tanjung Layar

Big waves

Pantai Legon Pari
Dari awal riset gue penasaran banget sama tempat ini. Makin penasaran saat gue trekking gak nyampe-nyampe. Setelah jalan kaki di antara teduhnya barisan pohon kelapa sejauh tiga kilometer akhirnya gue tiba di sebuah pantai yang pasirnya lebih jernih dari tempat gue menginap. It was totally beautiful! Gak ada homestay, cuma beberapa saung dan warung. Sabi banget camping disini kongkow selow melow sama temen-temen. Menurut salah satu warga, bulan Juni sampe November ombaknya lagi besar. Musim yang bagus itu dari bulan November sampe Maret. Bulan yang paling bagus buat berkunjung kesini yaitu Januari. Airnya jernih, ombak kecil dan tenang. Dari Pantai Pasir Putih kesini bisa sewa ojek dengan harga sekitar Rp 100.000.

My fave beach

For my 'lil bro Arifadelnurez

Goa Lalay
Lanjut melewati persawahan ke arah timur laut sejauh satu kilometer kami tiba di Goa Lalay. Harga tiket masuk Rp 5.000. Jangan lupa membawa senter sendiri atau bisa juga menyewa di loket masuk. Goa Lalay merupakan goa horizontal yang sudah aktif dieksplorasi sejak sepuluh tahun lalu dan saat ini dikelola oleh warga setempat. Panjang goa sekitar tiga kilometer, namun kami hanya bisa melakukan eksplorasi sejauh tiga ratus meter karena untuk mengekplorasi lebih jauh dibutuhkan peralatan khusus. Kondisi di dalam berlumpur dengan tinggi air sebetis. Lebar goa lima sampai sepuluh meter dan tinggi kira-kira sepuluh meter. Di dalam goa kita bisa menemukan sekumpulan kelelawar yang menggantung di atap. Ornamen-ornamennya juga cukup menarik. Selain Goa Lalay, ada juga goa lainnya yang berada di kawasan ini, namanya Goa Sikadir dan Goa Cemaul. Kami mengunjungi entry point kedua goa tersebut tapi gak mengeksplorasi.

Pintu masuk (kiri) dan ornamen goa (kanan)

Senja Sawarna
Kemanapun kaki melangkah, gue selalu menyempatkan diri menikmati matahari tenggelam ketika cuaca memungkinkan. And enjoying sunset at Sawarna was such a great moment. Daebak!

Adorable

Day 3

It was our last day. Time went so fast and as usual I didn’t wanna go home, haha. ELF eksotis yang cuma ada satu itu berangkat menuju Terminal Pelabuhan Ratu jam 6 pagi. Sebelum pulang gue dan pasukan menikmati nasi kuning dan es teh terakhir. Tapi gue yakin, ini bukan yang terakhir gue menjelajahi Sawarna. See you again, my friend :)

Thanks to: Satsat, the only ELF, teteh Risma, aa Algar, Alfi’s camera, and someone at Rantemario.

Photos by: Alfiany Sukmawati, Citra Larasati, Gita Rinjani

Comments

  1. Terima kasih untuk informasi angkutan umumnya

    salam ngeteng

    mcnugraha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama sama, semoga bermanfaat, salam lestari :)

      Delete
  2. Btw...kalo sampe pelabuhan ratu malem..terus bermalam disekitar situ..serem ga ya? Elf terpagi dari pelabuhan ratu jam berapa tau ga? Dan yang tersore ke pelabuhan ratu jam berapa?
    Apa semuanya cuma ada jam 6 pagi dari sawarna ke pelabuhan ratu dan jam 12 siang dari pelabuhan ratu ke sawarna?
    Mohon pencerahannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo sagita, terima kasih sudah mampir :)
      maaf banget baru direspons
      kalo bermalam di Pel. Ratu sepertinya agak serem, aku kurang tau info penginapan di sekitar situ
      ELF-nya itu cuma ada satu jadi cuma beroperasi 1x yaitu jam 6 pagi dari Sawarna ke Pel. Ratu dan jam 12 siang dari Pel. Ratu ke Sawarna, terakhir aku kesana Mei 2013 dan jadwalnya masih sama, kalo sekarang aku kurang tau apakah jumlah ELF-nya udah ditambah atau jam operasinya udah ditambah
      semoga bermanfaat, happy traveling!

      Delete
  3. kak, untuk biaya makan disana sekitar berapaan ya kalo untuk sekali makan? makasih :)

    ReplyDelete
  4. itu kesana bertiga cewek semua?

    ReplyDelete
  5. next coba ke Ciptagelar ya mba... Ga jauh dari Pelabuhan Ratu ada Kasepuhan Sunda namanya Ciptagelar. Arahnya menuju Gunung Salak bagian Selatan. Pakai motor direkomendasikan ke sana. Salam dari Manja Rider Club

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Thrilling Geger Bentang

Another Best Escape