Belajar dari Alam

Seperti beberapa manusia lainnya yang ga tau mau ngapain di rumah selama pandemi, saya pun ikut-ikutan berkebun. Dimulai dari menggarap lahan di atap rumah. Dari semua penjuru, tempat inilah yang paling cocok dan memungkinkan untuk bercocok tanam. Lahannya ga terlalu besar, sekitar 5,5 x 3,5 meter. Kegiatan ini saya mulai sejak bulan Juni 2020. Selain ilmu tentang bercocok tanam, saya ga nyangka ada banyak pelajaran hidup yang didapat selama proses berkebun ini. And I’m happy to share it to you.

 

1.      Sabar, semua ada prosesnya

“Kok ga tumbuh-tumbuh?”, “Kok belum berbuah?”, dan sederet pertanyaan menggebu lainnya. Selama berkebun, ini pelajaran paling besar buat saya pribadi: bersabar. Saya seperti diingatkan kembali agar kita tidak hanya melihat hasil, tapi juga memahami tiap proses yang sedang berjalan dan mampu menghargainya. Semua punya waktunya masing-masing. Waktu mulai berkecambah, mulai muncul daun, mulai berbunga, sampai mulai berbuah. Begitu pula dengan hidup. Tiap insan punya prosesnya masing-masing.


Every flower blooms in its own time

 

2.     Tidak semua berjalan sesuai rencana

Selama berkebun, banyak hal di luar diri kita yang ga bisa kita kontrol. Contohnya pada foto di bawah ini. Di sini, saya semai berbagai jenis benih; thyme, rosemary, lemon balm, paprika, zinnia, pokoknya macam-macam deh. Yang berhasil tumbuh? SATU POT. Hahaha. Kok bisa? Tentu ada banyak faktor. Bisa saja tanahnya kurang gembur, bijinya sudah ga bagus, sudah kadaluarsa atau cuaca ekstrem terus menerus. Semua itu jadi pengalaman berharga bagi saya, apalagi di waktu-waktu sulit seperti masa pandemi ini, bahwa rencana yang sudah kita susun sebaik mungkin, bisa saja tertunda, atau bahkan tidak terlaksana sama sekali. The good news is, it's totally okay.



3.     Manfaatkan yang ada, be creative

Dari Kebun Kumara, saya belajar bahwa berkebun itu ga harus dengan peralatan mewah atau peralatan bagus, tapi bisa dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar kita. Misal, untuk wadah semai, kita bisa pakai gelas plastik bekas boba atau bungkus bekas biji kopi. Menurut saya, ini mindset yang bagus banget, bisa melatih kreativitas dalam diri kita untuk memaksimalkan pemanfaatan barang yang sudah ga kepakai, dan tentunya, turut serta menjaga lingkungan.


 

4.     Jangan pilih kasih

Sesungguhnya, saya bingung kasih judul untuk poin ini. Pelajaran ini saya dapat dari dua pohon cabe. Dua-duanya saya semai bersamaan. Setelah beberapa minggu, cabe A tumbuh subur, tinggi, dan daunnya lebar-lebar. Cabe B hanya tumbuh sekitar 30 cm dan seperti tidak ada kemajuan, daunnya pun kecil-kecil. Saya pikir, ah cabe B kayanya ga bakal berbuah, sehingga perlakuan saya setelah itu jadi beda. Cabe A lebih saya perhatikan dibanding cabe B. Cabe A saya monitoring setiap hari, saya tambah mulsa, saya cek kondisi daun dan tanahnya. Cabe B? Saya siram aja. Selesai. Siapa sangka cabe B yang berbuah duluan? Hahaha, ini kaya ditampar aja sih. Lalu saya refleksi, mungkin saya pernah seperti itu juga. Yang tampak “indah” di penglihatan, saya lebihkan perhatian. Tapi yang nyatanya setia dan menjanjikan, justru diabaikan. Di sini, saya belajar untuk menghargai tiap keberadaan tanpa pilih kasih.

 

5.     You never walk alone

Berkebun itu tidak hanya kegiatan kita dengan alam, tapi juga hubungan kita dengan antar manusia. Kadang kita butuh bantuan orang lain dalam kegiatan berkebun ini. Entah dalam hal merawat tanaman atau sekadar berbagi informasi. Selama berkebun, saya ikut beberapa kelas online yang diadakan oleh Kebun Kumara. Saya seneng banget. Selain ilmu yang disampaikan oleh pemateri, saya juga bisa mendengar pengalaman peserta lain tentang suka duka selama berkebun. Ada masalah yang saya alami juga, seperti kutu putih pada tanaman tomat. Jadi ga merasa sendiri deh. It just feels good to know that I'm not alone.

 

6.     Evaluasi dan terus belajar

Pelajaran terakhir yang ga kalah penting: monitoring dan evaluasi. Waktu itu beberapa tanaman tomat mendadak layu, kering, dan perlahan mati. Ketika saya amati dari dekat, saya baru sadar penyebabnya adalah kutu putih. Saat itu, sebagian besar tanaman sudah dalam kondisi sekarat. Saya sedih banget dan hampir putus asa, ga tau harus berbuat apa. Setelah itu, saya coba kasih pestisida nabati dan berhasil (will share about it on another post). Sebagian besar bisa bertahan hidup dan lanjut berbuah. Ada dua poin penting yang saya petik dari pengalaman ini. Pertama, lakukan monitoring dan evaluasi kebun secara berkala. Kalo kata Sherina, lihat segalanya lebih dekat, dan kau akan mengerti. Kedua, mau belajar dari hasil monitoring dan evaluasi tersebut. Selalu ada hal baru yang dipelajari ketika kita memilih untuk bertumbuh ke arah yang lebih baik dan mau belajar dari kesalahan. Just don’t give up!


I love you from head tomatoes (I hope you get the joke)

Comments

Popular posts from this blog

Sejuta Pesona Sawarna

Thrilling Geger Bentang

Another Best Escape